Search
Close this search box.

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku tersebar di ribuan pulau memiliki ke khasan pangan masing-masing. Kita mengenal jagung, ketela, sagu dan berbagai jenis umbi-umbian selain beras sebagai makanan pokok. Pada masa orde baru, keaneka ragaman pangan ini kemudian di seragamkan. Semua harus makan nasi. Setelah nasi, terigu dan berbagai produknya menjadi pangan pokok kedua, padahal Indonesia tidak memproduksi terigu sehingga harus import. Menurut data BPS, setiap orang di Indonesia mengonsumsi 17 kg terigu per tahun dalam bentuk roti, mie, gorengan, dan lain-lain. Dapat dibayangkan ketergantungan kita pada produk import tersebut. Saat ini, Indonesia harus memastikan bahwa semua rakyatnya tidak mengalami kelaparan.

Di belahan dunia lainnya, masih ditemukan penduduk yang mengalami kelaparan, Benua Afrika, misalnya. Di berbagai negara di sana, persoalan pangan masih menjadi persoalan utama yang sangat serius. Itulah mengapa, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDG’s) salah satu nya adalah bebas kelaparan. Organisasi pangan PBB (FAO -Food and Agriculture Organization) mendeklarasikan Upaya Bersama untuk dunia bebas kelaparan pada tanggal 16 Oktober 1985 di Roma. Sejak saat itu, seluruh dunia (termasuk Gereja Katolik) memperingati 16 Oktober sebagai HARI PANGAN SEDUNIA. Merupakan momentum untuk merefleksikan keadaan pangan bagi umat manusia. Indonesia yang berjuang memenuhi kebutuhan pangan aman bagi rakyatnya juga mulai melihat Kembali keanekaragaman pangan di Indonesia, Ditambah berbagai persoalan dampak pangan tak sehat yang mengancam kualitas sumber daya manusia.

Sumber pangan local Indonesia sangat lah banyak. Sagu , ubi, jagung, ketela,umbi-umbian, sorghum dan jali. Berbagai jenis makanan pokok ini harus mulai dikenalkan sejak anak usia dini.  Melalui meja makan keluarga, harus dapat dipastikan pemenuhan kualitas dan kuantitas pangan yang sehat bagi seluurh anggota keluarga. Pangan di meja makan akan mempengaruhi  kesejahteraan keluarga dan bangsa serta masa depannya.

Wanita Katolik RI turut berjuang dalam memastikan ketersediaan pangan.  Dalam konteks HPS, Perempuan adalah manajer meja makan. Melalui meja makan keluarga, dipastikan seluruh anggota keluarga sehat sejahtera. Bukan hanya di meja makan, di berbagai daerah dapat kita temui para perempuan yang mengelola kebun skala besar dengan produk berkualitas dan menjadi penyedia pangan di daerahnya bahkan hingga keluar pulau. Ada juga para Perempuan yang mengolah lahan sempit menjadi kebun keluarga, sehingga bahan pangan tersedia dan terjangkau untuk keluarga.

HPS menjadi momentum pengingat bahwa pekerjaan rumah pemenuhan pangan berkualitas masih menjadi tantangan besar. Beredarnya berbagai pangan olahan dengan berbagai bahan pengawet, kadar gula tinggi, makanan-makanan instan dan sejenisnya makin banyak dan mudah didapat serta belum tentu sehat. Sementara pangan konvensional masih perlu diproses dengan waktu yang relatif lama. Manajer meja makan pasti mampu bersiasat, menyediakan pangan sehat berbasis bahan local dengan waktu yang cepat. Dan bagi Wanita Katolik RI, ini adalah gerakan sehari-hari yang dapat berkontribusi pada visi-misi organisasi dan visi-misi Negara Kesatuan RI, yakni terwujudnya Generasi Emas 2045. (LP)

KEGIATAN WEBINAR DALAM RANGKA HPS

Pandemi COVID-19 menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan kecukupan ketersediaan pangan. Sejak awal bulan Mei 2020, ketika pandemi ini belum menunjukkan kecenderungannya menurun, pemerintah mulai menyerukan kemungkinan kurangnya cadangan pangan nasional, dan seruan ini ditanggapi komunitas-komunitas di masyarakat untuk melakukan gerakan ketahanan pangan dengan beramairamai menaman beragam kebutuhan sayur-mayur tingkat rumah tangga dan lingkungan komunitas.

Dengan berjalannya waktu, Pandemi COVID-19 secara nyata mengancam ketersediaan pangan secara nasional, karena hampir melumpuhkan semua sektor kehidupan, secara khusus sektor ekonomi: kegiatan perdagangan terganggu, demikian pula dengan pertanian dan perikanan. Ancaman krisis pangan kemungkinan akan terjadi pada triwulan keempat tahun 2020, terutama ketergantungan masyarakat terhadap beras. Meskipun BULOG menyatakan stok beras aman, namun kekhawatiran masih membayangi mengingat panen raya diramalkan baru akan terjadi bulan April tahun 2021. Dan panen raya ini akan terjadi dengan catatan proses penananam dan perawatan sawah dilakukan secara optimal pada periode ini, serta tidak terjadi bencana yang dapat mengancam sawah-sawah petani.

Namun demikian, persoalan pangan erat terkait dengan gaya hidup masyarakat. Pola makan, pola konsumsi sangat berpengaruh pada pola produksi dan distribusi pangan. Oleh karena itu, Gerakan menanam yang dilakukan beramai-ramai hanya akan efektif dan bermanfaat apabila terjadi perubahan perilaku konsumtif dan tata kelola pangan yang dimulai dari keluarga – dari meja makan. Dalam hal ini, sudah waktunya masyarakat diajak untuk memikirkan perubahan pola konsumsi yang berpihak pada peningkatan produksi pangan lokal, penguatan pertanian yang berujung pada kesejahteraan petani dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Sejak dulu perempuan merupakan pelaku utama dalam mengatur makanan dan gizi dalam rumah tangga, perempuan sudah terlibat dalam sistem (pengelolaan) pangan, sejak penanaman, proses produksi, distribusi hasil pertanian, bahkan pengembangan keanekaragaman pangan keluarga. Perempuan sudah mengembangkan sistem pangan yang mendukung keadilan (dalam membagi pangan untuk keluarga) dan upaya kesejahteraan bersama melalui sikap peduli dan berbagi, serta upaya konservasi (perlindungan) sumber-sumber pangan (lokal). Peran perempuan sangat penting dan strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan keluarga, komunitas, negara.

Wanita Katolik RI menyadari peran penting perempuan dalam menjamin dan merawat ketahanan pangan keluarga dan dalam skala nasional. Oleh karena itu, sejak tahun 2010 Wanita Katolik RI telah mendorong Gerakan Ketahanan dan Kedaulatan Pangan yang komprehensif sebagai komitmen mewujudkan kesejahteraan masyarakat, membangun lingkungan yang lebih adil dan manusiawi melalui pangan.

TUJUAN

  1. Membangun kesadaran baru tentang tata kelola pangan berbasis rumah tangga
  2. Mendorong perubahan perilaku dan pola konsumsi pangan
  3. Mengembangkan inisiatif-inisiatif gerakan ketahanan pangan berbasis rumah tangga dan komunitas

SASARAN

  1. Pengurus dan anggota Wanita Katolik RI
  2. Pengurus dan penggerak kerasulan PSE di keuskupan-keuskupan
  3. Umat dan masyarakat umum.
  4. Target peserta : 500 orang

WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

  1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Oktober 2020
  2. Waktu : pukul 09.00 – 12.00 WIB
  3. Tempat : DPP WKRI Zoom Room – Large Meeting Room

NARASUMBER

  1. Mgr. Samuel Otton Sidin, OFM Cap. – Uskup Keuskupan Sintang/Ketua Komisi PSE KWI
  2. RD Ferry Sutrisna Wijaya – Ketua Yayasan Eco Camp
  3. Irena Frieda – Pegiat pangan lokal/penggerak petani
  4. Elisabet Sri Puryanti – Ketua Presidium Wanita Katolik RI DPD Lampung – praktisi gerakan ketahanan pangan

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Jika membutuhkan konten ini, silahkan menghubungi info@dppwkri.org