DISKUSI PAKAR II: PERKEMBANGAN GERAKAN PEREMPUAN DALAM GEREJA, NASIONAL DAN GLOBAL, 5 Mei 2023
Nara sumber : Prof. DR. Dra. Sulistyowati Irianto, MA., Ita Fatia Nadia, Trias Kuncahyono
Sejarah lebih banyak menceriterakan pahlawan laki-laki. Kita sangat menghormati dan berterima kasih sekali pada Presiden Soekarno dan Bung Hatta yang besar jasanya dan banyak sekali nama-nama dari para pendiri bangsa yang hampir semuanya laki-laki? Kemana para perempuan? Bagian ini menjadi suatu sejarah yang hilang, jadi sebenarnya sejarah Indonesia itu kurang separo, karena tidak menjelaskan sejarahnya perempuan. Perempuan mengajukan pertanyaan tersebut, dan sibuk mencari jawaban dari berbagai sumber. Sejarah pergerakan perempuan justru banyak ditulis oleh ilmwan luar negri. Padahal perempuan itu selalu menjadi watch dog didalam berbagai fase sejarah kita sejak sebelum kemerdekaan sampai hari ini. Para pendiri WKRI sangat luar biasa karena berjuang dengan sangat elegan, membentuk organisasi dan berjuangnya melalui koridor hukum.
Dulu waktu jaman orde baru tidak boleh menggunakan kata feminis karena takut nanti dipolitisasi, jadi yang dipakai adalah Pendekatan Hukum Berperspektif Perempuan. Di seluruh dunia, sejarah bangsa-bangsa mengabaikan sejarah perempuan. Sesuai penyebutannya history not herstory.
Gerakan perempuan di dalam bidang hukum, dimulai pada tahun 1960 an di Amerika. Ada perempuan-perempuan yang kemudian kita kenal, misalnya Ruth Bader Ginsburg, seorang hakim agung wanita Amerika yang menyumpah presiden Obama. Perempuan Amerika juga mempertanyakan mengapa teks-teks hukum di amerika ini sengaja membatasi peran perempuan? Bahkan perempuan boleh ikut dalam Pemilu baru tahun 1920, setelah 70 tahun diperjuangkan. Itu situasi di Amerika yang kampiun dalam hak asasi manusia. Di Eropa, di mana-mana, termasuk di Indonesia yang diperjuangkan pertama kali oleh perempuan, selalu bidang politik terlebih dahulu. Karena politik itu nanti akan melahirkan orang-orang yang akan menjadi perumus undang-undang, perumus kebijakan, jadi penting perempuan ikut dalam pemilu.
Seringkali sejarah selalu dikatakan bias gender, karena ditulis oleh laki-laki yang punya pemahaman yang menetap di kepalanya adalah budaya patriarkhi. Jadi selalu mengutamakan laki-laki.
Kalau kita lihat sejarah Indonesia, akhir 1800 an ada Kartini,tapi setelah itu tidak muncul sejarah baru tentang perempuan. Baru sekitar awal abad 19 kembali muncul gerakan-gerakan perempuan melalui organisasi-organisasi. Misalnya 1915 itu ada organisasi Poetri Mahardika mengirim mosi kepada pemerintah belanda untuk persamaan hak di muka hukum. Jadi kalau UU kita saat ini bunyinya persamaan di muka hukum, itu bukan sesuatu yang gratis tetapi karena diperjuangkan oleh Poetri Mahardika. Lalu muncul Sumpah Pemuda 28 oktober tahun 1928, 3 bulan kemudian ada kongres perempuan pertama. Tapi khadiran Kongres perempuan ini tidak muncul, lebih kita kenal yang Sumpah Pemuda, 22 Desember sebagai peringatan Kongres pertama perempuan dimaknai haya dengan festival konde dan lain sebagainya. Pada tahun 1930 ada organsasi yang lain, PPII, Persatuan Perempuan Istri Indonesia mengirim mosi kepada pemerintah Batavia supaya boleh ikut dalam pemilihan dewan kota. Jadi kalau pemilu Indonesia 1955, perempuannya sudah boleh ikut, dalam pemilu itu bukan sesuatu yang gratis, tetapi sesuatu yang diperjuangkan oleh organisasi perempuan. Tahun 1938 di indonesia sudah ada perempuan yang duduk di dewan kota, ini hal yang luar biasa.
Sebetulnya apa yang diperjuangkan perempuan? Pada hakekatnya adalah Keluarga dan Pendidikan, adanya kesetaraan dalam perkawinan dan pendidikan. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak muncul di pengadilan-pengadilan di Jakarta karena tersembunyi di balik kasus-kasus perceraian. Dipersidangan, mengemuka kenapa perempuan-perempuan menuntut perceraian? Karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Hakim perdata mengabulkan perceraiannya, tetapi kasus kekerasan sebagai tindak pidana tidak mendapat sangsi hukum.
Lalu tahun 1941 para perempuan ini sudah berbicara soal kebangsaan. Mereka ingin Indonesia ber-parlemen. Jaman pendudukan Jepang, adalah jaman dimana semua orang tidak boleh berorganisasi, Yang saat itu ada adalah organisasi Fujinkai yang perempuan-perempuannya diajar untuk menjadi perempuan yang patuh kepada suami, kepada laki-laki. Harus pintar masak, pinter kepandaian perempuan saja. Tetapi perempuan itu memang hebat sekali, mereka diam-diam ikut dalam organisasi para pejuang sambil memperjuangkan eksistensi perempuan dalam perjuangan bangsa
Lalu di masa kemerdekaan, ada kongres perempuan lagi 1945, PERWANI, KOWANI karena pada tahun 1945 kondisi ekonomi Indonesia mengalami kemiskinan, maka KOWANI berjuang ke Internasional menjadi anggota Women’s International Democratic Federation, dan meminta supaya blokade ekonomi di buka untuk Indonesia. Pada tahun 1948 lahirlah perempuan angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara. Pemilu 55 sampai hari dianggap sebagai pemilu terbaik di Indonesia banyak partainya tetapi berjalan damai, tidak ada yang pakai politisasi agama dan lain-lain, dan perempuan sudah ada disitu. Arah gerakan perempuan masih terus hidup sampai 1950 melanjutkan gerakan-gerakan sebelumnya, organisasi-organisasinya beragam,yang mereka perjuangkan tetap ranah kesejahteraan, pendidikan, sosial, ekonomi, karitatif, ranah agama, politik, profesi.
Di masa orde baru, karena perempuan itu begitu hebat, terutama perempuan kelas menengah, para ilmuwan, para pegawai pemerintah sangat ditakuti, dianggap sebagai ancaman, lalu mereka dibungkam, ditangkapi, dengan cerita2 yang amat sedih, yang kita semua tidak pernah tau berapa banyak korbannya.Gerakan perempuan pada masa itu hanya boleh ada 2 organisasi perempuan yaitu organisasi yang suaminya PNS dan organisasi yang suaminya ABRI. Organisasi perempuan yang lain tidak dianggap eksistensinyaSampai 1998, muncul gerakan perempuan bersama dengan gerakan masyarakat sipil bersama dengan mahasiswa. Tahun tu adalah turning point bagi para perempuan, ikut di dalam merumuskan banyak sekali instrumen-instrumen hukum.
Sejak dari UU HAM 1999, disitu di pasal 45 ada Hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Muncul juga UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, pemberantasan perdagangan orang, lalu ada amandemen UU kewarganegaraan, karena perempuan Indonesia yang menikah dg orang asing kalau terjadi perceraian lalu anaknya di bawa ke Indonesia, anak itu statusnya orang asing. Jadi ada perempuan-perempuan yang dipenjara karena tuduhan menyembunyikan orang asing.
Tahun 2008-2009 ada survey Commision Only The Power yang mengatakan bahwa 4 milyar orang diseluruh dunia, sebagian besarnya adalah perempuan hidup dalam kemiskinan. Bukan karena persoalan ekonomi tapi karena persoalan hukum. Jadi banyak hukum dan kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap perempuan, tidak mengakomodasi pengalaman perempuan, yang menyebabkan munculnya segala macam persoalan. Oleh karena persoalannya ada di dunia hukum maka yang harus membereskan juga dunia hukum.
Menyambung pada Sejarah Gerakan Perempuan di Indonesia. Di Mastrich ada sejarah WKRI yang berhubungan dengan gereja. Di Univ Leiden Belanda – terdapat aktivitas WKRI dalam sejarah – di arsip di IISE ( International Institute Sejarah Sosial) di Amsterdam dan selebaran kutipan tentang WKRI
RA Maria Soelastri mendirikan WKRI dengan anggota para guru putri katolik yang belajar di sekolah Mendut tahun 1908 . Para guru katolik ini banyak mengajar di sekolah non Katolik.Sekolah Mendut banyak terlibat dalam aktivitas kemanusiaan. Anggota yang lain adalah karyawan pabrik cerutu Negresco. Tujuan utama organisasi adalah Meningkatkan kemampuan perempuan, diikuti oleh para guru putri di sekolah Taman Siswa tahun 1931. Para anggota WKRI itu aktif dalam sekolah liar Ki Hajar Dewantoro
Tahap I 1924-1945
Di tengah keresahan akan nasib para perempuan di sekitarnya pada masa itu, Ibu Soelastri mendirikan organisasi Poesara Wanita pada tahun 1924 di Yogyakarta untuk mengangkat harkat dan martabat kaumnya. Dilandasi oleh iman Katolik yang menghargai dan membela kehidupan, serta memperjuangkan keadilan dan mengembangkan kualitas perempuan secara utuh. Poesara Wanita ini yang kemudian di dalam perjalanan sejarah berganti nama menjadi Wanita Katolik RI, menjadi organisasi wanita Katolik yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.
1928: WKRI menggagas Kongres Perempuan Indonesia bersama 7 gerakan perempuan untuk pendidikan dan perbaikan perkawinan. Notulen dan rumusan rapat ada semua di perpus di KIFT (Amsterdam). Akan dibuat peringatan 1 abad Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 2028. Tahun 1926 ada demo besar di Semarang menuntut perlakuan adil pada pengupahan yang terkenal dengan Demo Caping Merah.
Kongres Wanita 1928 membuat konsolidasi politik perempuan untuk Kemerdekaan Indonesia terdiri dari 30 organisasi – WKRI ikut membuat draft statement, ada bukti keikutsertaan Wanita Katolik RI di kongres 1928 ini, notulen dan arsip semua tersimpan di Belanda. 1930 bersama Soewarni P membangun platform anti kolonial, menolak poligami. 1932 Ki Hajar Dewantara menyatakan : perempuan Indonesia harus bergerak dalam politik, Pendidikan dan kerja sosial, Nasional dan internasional. Kongres di Solo anti poligami, anti kolonial, perbaikan buruh. 1932 ki hajar membuat sekolah liar -yang diikuti pula oleh guru putri Katolik di Jateng dan di Jabar
Tahap II: 1945-1965
Pada masa ini ada bukti bahwa perempuan Indonesia mampu menunjukkan jati diri kebangsaannya di hadapan dunia global. Ibu Sukamto berbicara di konferensi wanita international 1947.
Ibu Panggabean pidato 1948 di Jerman, namun dinyatakan hilang pada 1965 karena keikutsertaannya sebagai anggota PKI.
Dalam kongres pemuda di kalkuta dicatat di dunia tampil Fransiska Van Bleeding (Rote) pidato lantang 4 bahasa tokoh kegiatan perempuan – anggota konstituante PKI berjuang di internasional melawan anti kolonialisme. Tahun 1960 aktif di pertemuan di kopenhagen
WKRI juga terlibat dalam kursus politik pada perempuan di Istana Yogyakarta. Sukarno mendidik setiap minggu mendidik perempuan (perempuan harus berpolitik) bersama Amir syarifudin
Tahap III:1965-1998 karena peristiwa 1995, WKRI ditarik tidak bergerak di politik, masuk dalam struktur hirarki gereja. Kowani diambil didomestikasi. Eksternal 1980 an -WKRI tetap diam- ada perempuan gerakan bawah tanah – di mana WKRI? 1990-1998 WKRI bagian dari Kowani – yang dulu melawan perdagangan perempuan, poligami. Dalam peristiwa 1998 anggota WKRI hadir sebagai individu bukan sebagai WKRI .12 Mei 1998- tim relawan kekerasan terhadap perempuan bergerak dan mencari fakta. Hasil tim relawan kemanusiaan disampaikan ke tim TGPF. Dari laporan peristiwa 9 Mei 1998 yang dibuat oleh Komnas Perempuan, Presiden Habibie percaya adanya perkosaan dan perundungan pada perempuan. 1983-1990 perempuan juga mengalami perundungan karena dianggap subversif melawan orba. 1990-1998 melakukan kritik ofensif dan terbuka. Tahun1993 demo perempuan besar melawan bredel tempo dan detik, serta melawan perkosaan. 1998-2015 defending mempertahankan pemikiran adanya aliansi laki-laki baru yang berjuang melawan kekerasan terhadap perempuan (di Kupang gerakan bapak dimotori gereja).WKRI perlu bertemu Gerakan Laki laki Baru , bersinergi dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. 15-2022 pergerakan utk hak perempuan, gender, UU TPKS. Pemahaman akan hak perempuan, kesadaran gender mulai bergerak dan masuk dalam tataran kebijakan pemerintah.
Gereja Katolik sangat memandang penting keberadaan perempuan dalam setiap sendi kehidupan, sesuai dengan pernyataan Paus Fransiskus bahwa tanpa perempuan tidak ada harmoni didunia ini. Perempuanlah yang membawa harmoni didunia ini, mereka mengajarkan kita untuk merawat mencintai dengan kelembutan dan membuat dunia ini menjadi rumah yang indah.