Dalam kehidupan bermasyarakat, perubahan sosial budaya pasti terjadi sepanjang masa dan roses perubahan ini menjadi sifat serta hakikat manusia sehingga kerjasama dalam keberagaman dapat menumbuhkan rasa persatuan dan nasionalisme.
Dengan bekerjasama, pikiran dan pandangan lebih terbuka terhadap kebudayaan baru yang sebelumnya tidak pernah diketahui. Melalui kerjasama, besar kemungkinan perubahan sosial dan ide-ide kreatif muncul. Wanita Katolik RI sebagai wadah kesatuan gerak perempuan Katolik yang bersifat sosial aktif dan mandiri merupakan organisasi masyarakat yang telah banyak berperan baik internal di lingkungan Gereja, maupun eksternal di masyarakat. Memasuki usianya yang hampir seabad, eksistensi Wanita Katolik RI dan keterlibatannya dalam membangun tata kehidupan bersama terus dirawat hingga saat ini. Berawal dari terjadinya perubahan sosial budaya yang mampu mengubah gejala dan struktur sosial dalam masyarakat ini; maka menjadi pengalaman yang cukup menarik bagi Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI yang terus berupaya memberdayakan perempuan dan beradaptasi mengikuti perubahan sosial budaya, melihat langsung dan merasakan hidup bersama dalam keberagaman di Kampung Belajar Tanoker Ledokombo, Jember, Jawa Timur.
Tanoker Ledokombo adalah Kampung Belajar yang mendorong perubahan sosial pedesaan melalui pendekatan budaya dengan cara melaksanakan kegiatan pembimbingan dengan media permainan tradisional egrang sekaligus nyanyian diiringi alat musik yang kemudian dipertajam membahas tema-tema tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan dimulai dari perubahan individu berupa perubahan kesadaran individu yang nampak melalui pola pikir dan perilaku menuju kesadaran kolektif ke arah perubahan kolektif berupa kerja sama dalam keluarga, antar masyarakat desa di dalam Kecamatan Ledokombo, dan antara masyarakat Kecamatan Ledokombo dengan masyarakat luar Kecamatan Ledokombo.
Tujuan dari kunjungan ini adalah:
– Melihat dan merasakan hidup bersama dalam keberagaman
– Menumbuhkan rasa persatuan dan nasionalisme dengan kerjasama banyak orang
– Meneguhkan eksistensi Wanita Katolik RI sebagai wadah gerak kesatuan perempuan
Katolik yang bersifat sosial aktif dan mandir
WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : Jumat-Senen, 23-26 Sept 2022
Tempat : Tanoker Ledokombo, Jember – Jawa Timur
Hari 1 – 24 September 2022

Menghadiri pembukaan kembali /re opening Festival Pasar Lumpur di dusun Krajan, Desa Sumber Lesung, Kec. Ledokombo. Awalnya Polo Lumpur sudah dimulai di tahun 2015 dan 2017 mulai muncul pasar Lumpur dengan adanya penjual makanan di lokasi tersebut. kemudian sejak pandemi kegiatan vakum. Tanggal 24 September 2022 komunitas Tanoker (= kepompong dalam bahasa Madura) yang dipimpin ibu Dr. Farha Ciciek dan suaminyaDr. Supo Raharjo mengadakan acara festival yang terdiri dari macam aktivitas ada lomba tarian engrang tanoker, pentas seni, lomba inovasi kuliner makanan berbasis jagung dengan biaya Rp 50.000 per resep, demo masak vegetarian, serta lomba polo lumpur. Acara juga dihadiri oleh ibu bupati Jember. ibu Kasih Fajarini ser ibu tFiona Hoggart, Konsul Jenderal Australia yang berkedudukan di Surabaya.
Sarasehan Pembangunan Desa Berspektif Gender dan Inklusi- dimulai pukul 14.40- 16.30 dihadiri sekitar 50 peserta dengan narasumber Nyai H. Dewi Khalifah (ibu Ifah) SH MM MPd yang merupakan wakil bupati Sumenep dan Dr. Farla Ciciek MA (Ketua Tanoker, Ledokombo) dan moderator Alifsyah Nurhayati (kapus PSGA UIN KHAS).
Pada tahun 1 Tanoker membina 5 desa berperspektif gender sehingga sudah ada SK desa mengenai penggunaan dana desa untuk program gender. Di tahun ke 2 bertambah 2 desa, bahkan SK kepala desa sudah menjadi perdes. Kegiatan ini juga didukung oleh Siti (Sistem Deteksi Dini) Radikalisme dan Ekstremisme. Kegiatan Sekolah Eyang dan Sekolah Bapak juga mendukung untuk para bapak berperan serta dalam musrenbang desa. Semua kegiatan ini merupakan pelibatan pendamping masyarakat dan strategi preempuan terutama pengasuhan anak dari pekerja migran.
Pembicara I :
Ibu Ciciek menyampaikan sejarah pembentukan Tanoker dengan sistem Appreciative Inquiry (AI) – menumbuhkan hal positif dari keterbatasan. Salah satu kegiatan nya adalah lomba kuliner – karena revolusi dari dapur lah yang membuat masalah hidup dan mati dari genenerasi baru. Beliau menyampaikan fakta mengenai keluarga:
* Istri harus solihah menjadi mitra suami, ibu dari anak-anak.
* Karena kurangnya perhatian orang tua, anak usia 9-12 tahun mudah diajarkan kekerasan, terlibat narkoba, radikalisme dan rasialisme. Bu Ciciek mengingatkan agar kita menjadi keluarga yang baik yang mengasuh, peduli dan pendamping keluarga dan anak-anak.
* Pesantren merupakan kemitraan dari aspek sosial budaya, politik dan ekonomi. Baru saja ada pertemuan dengan 20 orang wakil per kecamatan dari 27 kecamatan – termasuk wakil dari ODGJ dan disabilitas.
Ibu Ciciek mengenal ibu Justina dari tahun 1998 ketika sama sama menjadi relawan kerusuhan 98. Kali ini kesempatan bagi WKRI belajar keragaman, toleransi, damai saling menolong. Dengan belajar di Tanoker ingin melakukan hal yang sama sehingga bisa ditularkan di tempat lain. Juga rekan lama dari GKI Sulung, Surabaya yang ikut serta dalam kegiatan ini. Saat ini ledokombo sudah memiliki 7 destinasi wisata. Kegiatan ini akan menjadi kegiatan rutin bulanan.
Ibu Ciciek juga menyampaikan apresiasi pada DP3AKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) kab Jember yang mendapatkan status tingkat pratama kabupaten dapat diraih dengan cepat, berkat kerjasama dengan semua pihak.
Ibu Justina sebagai Ketua Presidium DPP Wanita Katolik RI, menegaskan sudah mengenal ibu Ciciek sejak 1998, hari ini akan belajar dari komunitas Tanoker mengenai toleransi, perdamaian, menolong sesama. Kita diajak melakukan hal-hal baik yang telah dilakukan di Tanoker untuk ditularkan di tempat lain
DP3AKB – diwakili Bp Nur menyatakan ikut serta dalam program Power to Youth untuk mencegah stunting dengan menerapkan prinsip berpikir global dan bertindak lokal dan menghargai pluralitas. RAN PE pengarusutamaan gender, UU pencegahan ekstremisme dan radikalisme tetap perlu terus diperjuangan.
Ibu Ifah (Wakil Bupati Sumenep)
Menceritakan posisi ini adalah ketiga kali upayanya menjadi kepala daerah perempuan di Kab Sumenep setelah pencalonan 1 di tahun 2010 dan 2012 gagal.
Program akan berjalan jika masyarakat melihat langsung hal-hal kecil yang langsung dirasakan manfaatnya. Kemitraan, kesetaraan perlu terus diajarkan di kelas bok e bok, kelas bapak misalnya anak laki- laki pun boleh mencuci piring dan perlu diajarkan sejak kecil. Juga perlu mengajar istri bermitra dengan suami. Supaya perempuan berbuah di masyarakat, pemberdayaan SDM perempuan, terutama di tradisi pesantren karena di daerah Sumenep fatwa kyai dan ibu lebih didengar daripada perdes.
Buku bacaan pembelajaran PAUD yang berisi kebersamaa, keragaman, toleransi perlu diperbanyak dengan kegiatan seperti mewarnai tempat ibadah kelenteng, mesjid dll.
Desa ramah anak dan perempuan perlu diperjuangkan dan dikenalkan pada anak sejak usia dini serta merawat keberagaman budaya, permainan, bahasa.
Wakil dari FAD (Forum Anak Desa)
Unicef dan KPPPA membuat forum anak desa (FAD)di bawah DP3AKB sebagai wadah partisipasi anak. Anak dilatih menjadi pelopor dan pelapor, serta ikut dalam musrenbang desa.
GAIN telah membina 5 sekolah mendidik generasi muda membaca label pangan progam “Better Food Label”.
Wakil dari Sekolah Eyang
Eyang mengharapkan ramah lansia diterapkan di seluruh Indonesia. Di Ledokombo lansia mulai berkegitan sejak 2007 namun dengan Tanoker, lansia menjadi lebih mengenal dunia luar.
Kesimpulan Sarasehan:
Generasi ‘sun rise’ dan ‘sun set’, HAM baik laki dan perempuan senantiasa diperjuangkan di Ledokombo (LO). Inklusi menggandeng mereka yang terpinggirkan supaya bisa berjalan bersama dan berjalan semakin kencang. Di LO membantu orang belajar terus menerus sehingga terbentuk FORUM BELAJAR.
Tanoker menerapkan inspirasi yang disesuaikan dengan kondisi lokal, hal hal baik di kontekstualkan dengan lokal. Serta tidak berhenti bermain. Di LO ada simbol boneka kacong (sebutan anak laki orang Madura) berkawan dengan genduk (anak perempuan Jawa).
Trilogi ukhuwah pesantren: Ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama umat islam), ukhuwah wathaniyah, adalah sikap merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, dan Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia). Dengan trilogi ini bersatu sebagai bangsa beragama, dan saling hormat sayang sebagai sesama manusia sehingga tercapai keadaan yang adil, damai, maju beradab, sejahtera yang diwujudkan dalam karya.
Romo RD Paulus Christian Siswantoko selaku Penasehat Rohani DPP Wanita Katolik RI, dalam Homilinya pada Misa Minggu yang diadakan di Aula Pasar Lumpur pada pukul 16.30-1730 WIB menyampaikan beberapa hal.
Pada bacaan Injil kita mendengar mengenai ketidakpedulian orang kaya dan Lazarus. Pada bacaan pertama Amsal juga mengingatkan bangsa Israel,karena menurunnya keturunan Yusuf, mereka tidak peduli.
- Dari pagi sampai sore di Ledokombo semua merasakan kuatnya kepedulian, dari pribadi yang memiliki hati untuk mengembangkan perekonomian, menikmati makanan lokal dengan uang lokal, (koin dari batok kelapa yang dihargai dengan nilai rupiah). Pasar lumpur yang semula sepi, hari ini mendapat berkat melimpah. Ini bentuk kepedulian yang nyata.
- Menikmati lomba anak SD- SMP yang merupakan kepedulian generasi muda yang luar biasa. Anak-anak melihat budaya Indonesia, menari, berkreasi melihat Indonesia. Kepedulian untuk anak-anak, lomba ini pembelajara luar biasa, karena mereka mengerti dan merasakan ini lah Indonesia dengan menyanyi menari bahasa Sunda, bahasa Maduara dll.
- Peduli warisan nenek moyang, tradisi dari leluhur. Selama ini dijejali hal-hal maju, hari ini banyak kearifan lokal. Ada engrang, (romo Koko bisa naik) ada permainan bakiak, butuh kekompakan, kerjasama, melihat kebersamaan tanpa melihat besar kecil, agama nya apa. Dengan saling memahami, dan kompak akan tercapai kemenangan.
- Peduli kepada ekonomi, peduli kepada alam, berjalan di atas rumput tanpa karpet dan merasakan kembali disatukan dengan alam. Hidup kita bersandar pada alam.
Beberapa hal yang menjadi catatan pada Warta injil hari ini kita lihat nyata dalam :
- Menjadi buah-buah dan kenangan untuk kita hidupi di tempat kita masing-masing.
- Perjalanan jauh dari Jakarta Jember tidak sia-sia – peduli ini adalah inti dari 3 A – asih, asah, asuh, spirit WKRI dan penting terus dikembangkan dalam keluarga, gereja dan masyarakat.
- Kepedulian terhadap sesama dan alam membuahkan hasil. Di Injil menyebutkan kalau tidak peduli masuk neraka. Hari ini orang yang egois, ego pada kelompok dan menolak yang lain maka akan gigit jari Kepedulian menentukan masa depan di hidup ke depan. Kepedulian memaksa kita capai. Acara pasar lumpur terjadi karena ada pengorbanan, orang -orang yang memiliki hati dan mempersiapkannya dengan penuh perjuangan. Buah dari keselamatan membutuhkan perjuangan. Ketika buah nampak maka kita akan terus bisa berbagi dengan teman yang membutuhkan.
Kunjungan ke ELISA RAINBOW di desa Sumber Lesung, Kec Ledokombo , Kab Jember – Bp Didin dan Ibu Elisa, 18.00-20.00
Ibu Elisa adalah eks pekerja migran di Malaysia selama 7 tahun. Tahun 2005bekerja di Bali dan Elisa mulai membuat manik di Bali, yang ternyata disukai turis-turis. Elisa membuat desain dan bp Didin mencari bahan dasar manik. Ia memiliki 3 anak perempuan dan 3 cucu. Sampai sekarang masih punya toko Elsa Rainbow di Legian Bali. Sempat mendapat modal dari BTN dengan angsuran 3 tahun.
Tahun 2011 mulai memberdayakan masyarakat, 2014 ekspor hasil akhir manik dan 2015 kembali ke Jember dan membuka Elisa Rainbow di Ledokombo. Saat ini 350 keluarga ikut berproduksi di rumah masing-masing membuat hasil produk gelang, kalung, hiasan mukena/jilbab dll. Ada 6 karyawan yang bekerja di rumah Elisa mengontrol kualitas hasil buatan mereka. Mereka mendapat upah 300,000-500,0000/minggu. Omzet per bulan 1 tamu berkisar 150 juta. Seorang pengempul bisa mencapai penghasilan 25 juta/bulan.
Hasil akhir untaian manik diekspor ke 18 negara tetapi yang paling aktif 9 negara (USA,Perancis,Italia, Spanyol, Australia, (Mali, Africa), Irlandia, AbuDhabi, Scotlandia). Bahan manik dari dalam negeri, ada yang dari Turki, China, India dan terbagus adalah dari Jepang.
Kunjungan Ledokombo hari ke 2 – 25 September 2022

Awal sejarah kelas eyang diawali dengan berdirinya Perkumpulan Karang Werdha di desa Sumber Lesung sejak 2007 di bawah asuhan ahli gerontologi Abiyoso. Kegiatan utamanya adalah:
- Kegiatan agar sehat jasmani dengan 3x per minggu senam bersama- juga bermain musik dengan alat sederhana, galon air, tutup panci dll).
- Sehat rohani dengan kegiatan majlis taklim Chairul Nisa
- Sehat pikir dengan sekolah eyang
Tanggal 15 Februari 2018 komunitas eyang diresmikan dengan moto SEGAR sehat bugar. Saat ini ada 50 eyang yang rutin ikut dalam perkumpulan. Pembiayaan kegiatan diperolah dari hadiah ikut lomba, atau memasak untuk kegiatan event Tanoker. Wadah ini lebih untuk sharing eyang dalam pengasuhan cucu yang ditinggal oleh orangtua mereka bekerja migran. Tujuan wadah ini adalah Mencari ilmu dan menambah wawasan di zaman milenial. Dengan wadah ini para eyang dapat membahagiakan orang lain terutama cucu dan diri sendiri. Dengan curhat, pemecahan masalah dan mencari solusi bagi masalah. Prinsip yang dianut adalah cucuku, cucumu, cucu kita bersama. Di usia perkumpulan ke 4 tahun, perkumpulann sudah mampu menyantuni 50 duafa. Mereka juga sudah bisa zoom dengan mahasiswa internasional Kyoto University.
Sekolah Eyang juga mempunyai Materi Kurikulum Kelas yang dibahas secara musyawarah :
- Dampak buruk pengaruh gadget pada lingkungan
- Mengenal jenis obat terlarang dan minuman keras
- Seks menyimpang karena banyaknya pedofil.
- Pengetahuan orang yang tidak dikenal
- Pengetahuan tentang gender, KDRT,anak dll
- Deteksi dini kekerasan dan radikalisme (siti)
- Menanam sayur, pelihara leledalam ember dan inovasi makanan sehat.
Kelas dilakkan 2 x per bulan Kamis ke 2 dan 4
Rombongan WKRI dan 5 rekan dari GKI Sulung Surabaya senam pagi bersama 30 Eyang, dilanjutkan penyerahan gift untuk para eyang. Kemudian dilanjutkan presentasi ibu Juhairyah selaku ketua Sekolah Yang Eyang.
Ibu Catri wakil dari WKRI menyampaikan bahwa kita semua terinspirasi dengan kegiatan eyang-eyang ini, sekaligus mengundang eyang untuk ikut serta dalam lomba Line Dance
Pondok Pesantren At-Tanwir terletak di Dusun Sumber Gading, Desa Slateng, Kec Ledokombo pk 12-14.00.

Tahun 2009/2010 Kiai Haji Zainul Wasik memperkenalkan pondok pesantren moderen dalam hal pola pikir pada anak anak Yatim Sosial (80 % anak yang ditinggalkan oleh orang tua bekerja di LN sebagai migran dan hanya tinggal bersama kakek/nenek). Awalnya dengan SMP Terbuka karena anak-anaknya masih belum disiplin, kurangnya perhatian dari orang tua menyebabkan mereka merasa bebas.. Tahun 2012 berubah menjadi lembaga pendidikan reguler menjadi pondok pesantren. Saat ini ada 80 santri laki-laki dan 70 santri perempuan, namun tidak semuanya tinggal di pesantren.
Pendekatan untuk mengelola pembiayaan ponpes melalui perikanan dan perkebunan, terutama menanam kopi karena banyak anak bolos hanya untuk membantu kakek nenek menjemur kopi. Pak Kiai mulai mengelola 3 ha ditanami kopi setelah belajar mengenai filosofi kopi: ‘pahitnya kopi mempunyai hal-hal manis’ dengan seorang barista dan menjalin kerjasama bagi hasil : ponpes dilatih menanamkopi yang baik dan hasilnya diserap mereka dan disuplai ke kopi Kapal Api, Top dll. Para santri dibebaskan dari biaya pendidikan dan bekal pemahaman agama, edukasi pengolahan kopi dari pembibita sampai pengemasan. Para petani kopi di sekitar juga dilatih bagaimana memanen kopi tidak terlalu muda untuk mendapat kualitas kopi yang baik, tetapi menunggu matang dan Kiai membeli kopi dengan harga tinggi sehingga pendapatan petani kopi meningkat.
Tahun 2013/2014 mulai belajar menanam kopi di lahan 400 ha tanah dengan MOU dengan HGU perhutani dengan bagi hasil 12%/tahun. Ponpes menjual kopi curah dan standard kopi dengan label Pesantren Kopi,Kedai Kopi, Kopi Raung termasuk dijual sachet di Tanoker dan kafe di Jember.
Untuk belajar menanam kopi perlu waktu minimal setahun dari biji sampai bibit di polibag sebelum dipindah ke lahan di hutan. Pendapatan petani harian diperoleh dari menjual tumpang sarinya cabe, labu, singkong. Harga biji kopi saat ini Rp 30 ribu/kg sehingga mampu memberi penghasilan pada ponpes dan keluarga di Slateng. Masa tanam 3 th, tahun ke 4 panen bulan Juli dan berproduksi sampai usia 11 tahun tidak memerlukan perawatan lagi.
Ponpes memiliki PAUD, SD, SMP, SMK dengan jumlah murid 80 laki dan 70 perempuan. Para santri diajar menghargai perbedaan dan keragaman – bentuk mushola di ponpes juga berbeda dengan pintu gerbang unik menyerupai kepercayaan lain. Di Ledok ombo ini masih banyak orang yang menghargai perbedaan dan berjuang menyebarkannya meski pun di tempat lain banyak terjadi intoleransi.
Rombongan WKRI disambut di Aula Gazebo Ponpes yang diawali dengan santap siang bersama dengan menu nasi puth, sayur daun kelor, rawon dan telur asin, tempe orek, tahu, lalap dan sambal serta rujak buah. Selanjutnya melihat acara pertunjukan pencak silat serta bambu gila oleh para santri. Acara dilanjutkan menyangrai biji kopi diperapian kayu bakar. Kemudian beramah tamah dengan KH Zainul Wasik.
Rangkaian kegiatan hari ini ditutup dengan acara santap malam yang dilanjutkan Pengantar sharing sesi malam dari Dr. Supo di ruang aula Tanoker yang mengambil 2 poin yaitu :
- Tempat orang belajar karena orang yang berilmu akan dtinggikan oleh Allah, di sini tempat orang belajar menjadi social enterpreneurship.
- Semua orang adalah guru.
- Tempat manusia pembelajar. Kegiatan minggu ceria adalah trigger pembuka masalah sosial, ekonomi, permainan tradisional dan sekaligus entertainment.Bahkan anak-anak ini membuat koreografer sendiri, mencari lagu-lagu untuk mencari. Selanjutnya mereka belajar membuat ketrampilan suvenir untuk para tamu, tempat pinsil, boneka tangan, dompet, tas.
Prinsip yang dianut adalah mengedepankan hal positif (appreciative inquiry) denga 4 D (Discovery, Dream, Design, Destiny). James Clair menyatakan: meningkatkan 1% kebiasaan baik dalam jangka panjang akan menjadi berlipat 37 %.
Acara dilanjutkan dengan api unggun di camping ground dengan menikmati jagung, ubi bakar, air jahe serta bernyanyii dan menari bersama.
Hari ketiga dimana merupakan hari terakhir.
Acara pelepasan dari Komunitas disampaikan dengan pemberian kalung dari daun aren dan daun kering dengan ucapan yang unik dan berbeda satu dengan yang lain. Ibu Ciciek juga membagikan suvenir pinsil dengan boneka jari, tempat pinsil kepompong untuk senantiasa menginat tanoker dan terus menerus melakukan transformasi seperti kepompong menjadi kupu kupu yang indah, serta topi warna-warni. Beberapa buklet dan leaflet mengenai tanoker juga menjadi bekal dan kenangan tentang Tanoker. -MP